Tanjabtimur-
Proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Putri Pinang Masak di Angso Duo, Kota Jambi, yang menelan anggaran sebesar Rp 35 miliar dari APBD Provinsi Jambi tahun 2022, seharusnya menjadi kebanggaan masyarakat. Namun kenyataannya, proyek yang begitu ambisius ini justru meninggalkan kekecewaan mendalam.

Alih-alih memberikan manfaat sesuai harapan, RTH ini kini terbengkalai dan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Ini adalah contoh nyata dari proyek-proyek besar yang didanai dengan uang rakyat, namun akhirnya hanya menambah daftar panjang pemborosan anggaran yang tak jelas arah tujuannya.

Pembangunan RTH seharusnya berfungsi sebagai ruang publik yang tidak hanya menjaga keseimbangan ekologi, tetapi juga mengurangi polusi udara, mengendalikan suhu mikroklimat, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. RTH juga seharusnya menjadi tempat untuk rekreasi, edukasi, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup secara keseluruhan.

Keberadaan ruang terbuka hijau sangat penting dalam pengembangan kota yang berkelanjutan, memberikan manfaat ekologi, sosial, dan estetika bagi masyarakat.
Namun, prinsip dasar perencanaan RTH yang seharusnya dilandasi kajian mendalam mengenai kebutuhan masyarakat, potensi ekosistem, serta dampak jangka panjang terhadap kota, tampaknya terabaikan.

Baca juga:  18 Program Unggulan Kerja Nyata MERATA Calon Bupati dan Wakil Bupati Tanjab Timur Dilla - MT

Kenyataannya, proyek ini terkesan dibangun dengan tergesa-gesa, tanpa perencanaan yang matang. Aspek perencanaan, pelaksanaan, hingga pasca-pembangunan yang terbengkalai, menjadi bukti bahwa pengelolaan dana publik ini tidak didasari oleh pertimbangan yang bijak dan akuntabel.

RTH Putri Pinang Masak seharusnya bisa menjadi taman kota yang menjadi tempat berkumpul masyarakat, pusat kegiatan sosial, dan ruang hijau yang menyejukkan. Namun yang terjadi justru sebaliknya: proyek ini dibangun tanpa mendengarkan suara rakyat, tanpa mempertimbangkan semua aspek yang perlu dikaji mendalam dalam perencanaan, termasuk kepentingan dan kebutuhan warga sekitar.

Alhasil, dana sebesar Rp 35 miliar, yang seharusnya menciptakan ruang publik yang berguna dan berkualitas, malah berubah menjadi pemborosan anggaran yang tak jelas manfaatnya.

Baca juga:  Baleho Romi - Sudirman Dirusak di Kabupaten Kerinci, Gilang Pramanda : Itu Bentuk Kepanikan, Akhirnya Bertindak Brutal

Lebih mengecewakan lagi, proyek ini kini hanya menjadi monumen kebanggaan penguasa yang gagal memberikan manfaat pada masyarakat. Di tengah keresahan publik, masyarakat bertanya-tanya, ke mana uang rakyat yang begitu besar itu sebenarnya pergi?

Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk kemaslahatan rakyat, ataukah proyek ini hanyalah sebuah ajang pemborosan anggaran demi pencitraan penguasa semata?

Proyek ini mengingatkan kita pada prinsip dasar perencanaan RTH: partisipasi publik, keberlanjutan, dan pemanfaatan yang maksimal. Sayangnya, prinsip-prinsip ini jelas terabaikan. Proyek ini tidak hanya gagal menjawab kebutuhan masyarakat, tetapi juga mengabaikan pengelolaan ruang kota yang berkelanjutan dan tepat guna. Ini adalah cerminan kegagalan pemerintah dalam menjalankan amanah rakyat.

Pada akhirnya, RTH Putri Pinang Masak menjadi simbol kegagalan dan pemborosan dana publik yang tidak bisa diterima begitu saja. Bagi rakyat, proyek ini lebih dari sekadar kegagalan perencanaan; ini adalah cerminan ketidakmampuan penguasa dalam mengelola anggaran negara dengan bijaksana dan transparan.

Baca juga:  Militan Diminta Merata Kecamatan Muara Sabak Barat Siap Menangkan Dilla - MT Di Pilkada Tanjab Timur

Sudah saatnya kita sebagai masyarakat mengevaluasi kembali pengelolaan anggaran daerah yang sering kali hanya menguntungkan segelintir orang, sementara rakyat harus menanggung beban kebijakan yang tidak jelas hasilnya.

Proyek ini, seperti banyak proyek lainnya, hanya menambah daftar panjang kegagalan ambisius yang memperlihatkan ketidakpedulian pemerintah terhadap kesejahteraan publik.

Apakah kita akan terus membiarkan hal ini terjadi? Ataukah inilah saatnya bagi kita untuk bersuara dan meminta pertanggungjawaban yang lebih jelas dari para pemimpin kita?

Kepercayaan publik semakin menipis, dan hanya ada satu cara untuk mengembalikannya: dengan mengelola dana publik dengan hati-hati dan dengan mendengarkan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat atau atau opsi lain saatnya mengganti sosok pemimpin..!!! Vox Populi, Vox De.!!! Pertanyaan yang sekarang tersisa …. ‘QUO VADIS RTH’??? (***).